counter visitor

my rank

trafik rank

Room_endz.corpz. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Sabtu, 22 Mei 2010

PENAMPILAN DALANG CILIK DI MARKAS PBB JENEWA,SWISS


PAGELARAN WAYANG PUKAU UNDANGAN DI MARKAS PBB JENEWA

London, 16/4 (ANTARA) - Pagelaran wayang dengan lakon Dewaruci memukau sekitar 750 undangan di Markas PBB Jenewa, Selasa malam.

Pemanpilan anak yang polos dan lugu ini mempunyai bakat yang luar biasa, seperti penampilannya di Pagelaran wayang kulit di markas PBB di JENEWA yang menampilkan dalang perempuan Sri Rahayu Setiawati serta dalang cilik Wahyu Hanung Hanindita itu disaksikan Dirjen UNOG Sergei A. Ordzhonikidze, Deputi Dirjen WIPO Francis Gurry, Pejabat UNESCO Kerstin Holst, dan Dubes RI / Dewatapri Jenewa I Gusti Agung Wesaka Puja.
Dalam pagelaran wayang yang membawakan lakon Dewaruci, kedua dalang juga menyelipkan dialog dalam Bahasa Inggris.

Sekretaris Kedua PTRI Jenewa Yasmi Adriansyah, kepada ANTARA London, Selasa malam mengatakan pagelaran yang bertajuk "Wayang, Shadow Puppet Theatre of Indonesia" diselenggarakan atas kerjasama PTRI Jenewa dengan United Nations Office in Geneva (UNOG), World Intellectual Property Organization (WIPO) dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Pagelaran wayang diawali dengan penampilan musik gamelan Kyai Gandrung PTRI Jenewa yang menyajikan tembang tradisional Jawa.

Selain pagelaran wayang, dalam acara itu juga diselenggarakan pameran fotografi yang bertema "Wayang Shadow Puppets of Indonesia" oleh Yoshi Shimizu, seniman asal Jepang yang diadakan di tempat yang sama dari tanggal 1 hingga 23 April mendatang.
Dewaruci

Lakon Dewaruci yang digelar pada malam itu, bercerita pencarian jatidiri Bima.

Setelah mendapatkan nasehat dari guru spiritualnya Dorna, Bima atau Bratesena menuju ke kawah candramuka untuk mendapatkan air suci Tirta Pawitra Suci yang berada di dasar samudera Minangkalbu.

Dalam perjalanan tersebut, Bratesena bertemu dengan Dewa Ruci yang merupakan "jiwa" dari Bratasena sendiri.

Dialog pertemuan antara Bratesena dan Dewa Ruci yang memuat berbagai pesan agung kemanusiaan itulah yang menjadi inti cerita.

Seniman dari Yayasan Redi Waluyo pimpinan Oni Eko Priyanto, yang turut tampil dalam pegalaran itu, juga menyihir hadirin. Ia mendapatkan tepuk tangan panjang penonton.

Semenatar itu Dirjen UNOG mengatakan pameran dan pagelaran wayang ini tidak saja ilustrasi nyata mengenai kekayaan tradisi seni Indonesia tetapi juga menunjukkan pentingnya perlindungan warisan budaya dunia.

"UNOG merasa bangga ikut memberikan kontribusi dalam acara ini," ujarnya.

Dubes RI Jenewa juga berterimakasih kepada hadirin yang telah menunjukan perhatian dan bahkan kecintaan atas seni budaya Indonesia khususnya wayang yang merupakan salah satu warisan agung budaya tertua di Indonesia.

Dalam sambutan tertulisnya Dirjen UNESCO menyatakan wayang Indonesia adalah salah satu dari 90 karya agung warisan budaya tak benda yang dideklarasikan UNESCO selama rentang waktu 2001-2005.

"Saat ini UNESCO berusaha meningkatkan kesadaran internasional mengenai nilai warisan kebudayaan dan menyadari mendesaknya keperluan untuk pelestariannya," ujar Dirjen UNESCO.

Menurut Dirjen, wayang Indonesia beserta karya agung lainnya akan segera dimasukan ke dalam Konvensi mengenai Daftar Warisan Kebudayaan Tak Benda Peradaban Manusia. (T.H-ZG/B/T010/T010) (sumber : antarajendeladunia.blogspot.com )




FOTO - FOTO hanin sebelum dan sesudah pentas :








SANGGAR WAYANG DI JAKARTA

Sanggar Redi Waluyo, Komunitas Dalang Bocah, Lahirkan Dalan-dalang Cilik
BERITA - berita-terkini.infogue.com - JAKARTA, RABU - Pekerjaan sebagai pedalang bukan hanya dilakoni oleh orang-orang dewasa. Bocah-bocah yang berminat memainkan wayang bisa juga menyalurkan minatnya itu ke komunitas dalang bocah. Sanggar Redi Waluyo adalah salah satu dari belasan sanggar di wilayah DKI Jakarta yang melahirkan dalangdalang bocah yang siap tampil.

Sanggar yang beralamat di Jalan Kerja Bakti No 1 RT 05/05, Kelurahan Makasar, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, ini berdiri sejak Tahun 1985. Dulu bangunan sanggar sangat sederhana dan sempit. Meski demikian kegiatan pelatihan anak didik menjadi pedalang di sanggar ini sudah berlangsung. Tahun 1995 bangunan sanggar ini direnovasi.

 "Yang membangun ini adalah Pak Kamsu almarhum, Dia Ketua Yayasa Redi Waluyo. Sepeninggal beliau, kami yang meneruskan sanggar ini, saya sendiri dipercaya sebagai pelatih dalang: Bagi kami sanggar ini meninggalkan sejarah dan kenangan apalagi berada di tengah kehidupan masyarakat," ucap Darmadi, pelatih dalang bocah, yang ditemui beberapa hart lalu di sanggarnya.

Saat ini delapan bocah berlatih di Sanggar Redi Waluyo. Sedangkan orang dewasa yang berusia 20 - 40 tahun yang les dalang sebanyak 20 orang. Mereka berasal dan Depok. Bekasi. Jakar to Selatan, clan Jakarta Utara. Sanggar ini juga menjadi tempat berlatih bagi warga sekitar Jalan Kerja Bakti.

Peserta pendidikan khusus pedalang dikenai uang pendaftaran sebesar Rp 150.000. Selanjutnya mereka dikenai biaya pendidikan setiap bulan nya sebesar Rp 150.000. Tingkat pendidikan sebagai pedalang terbagi menjadi tiga, yaitu tingkat dasar, menengah, dan tingkat terampil.

Di tingkat dasar, peserta didik diberi pengetahuan teori misalnya ten tang pengetahuan sabet, yaitu teknik bagaimana menggerakkan wayang dari berbagai jenis gerakan. Lalu ada juga pengetahuan sastra, di mana siswa mempelajari dialog lakon wayang, narasi, dan seni suara. Diberikan juga pengetahuan bagaimana memahami lakon cerita seiring dengan alunan musik gamelan.

Di tingkat menengah, para siswa diberi pendalaman materi. Praktiknya dilakukan hanya separuh cerita untuk mengasah peserta didik menjadi terampil. Sedangkan di tingkat terampil, peserta didik diwajibkan menjalani ujian kelulusan dengan memainkan wayang kulit dalam satu babak cerita penuh. Jika dinyatakan lulus, maka peserta didikfikat dari sanggar.

"Beberapa anak didik kami, - bahkan yang masih belajar, kami persiapkan untuk manggung. Mereka memang sudah cukup mahir tapi praktiknya masih terbatas di acara-acara kecil. Artinya jika acaranya besar maka saya yang harus tampil, karena kami tidak mau mengecewakan penonton, sebab kami harus profesional," ujar Darmadi, yang populer namanya karena menjadi pemenang dalang bocah tingkat nasional pada tahun 1979.

Belajar menjadi dalang di Sanggar Redi Waluyo tidak terikat waktu. Kelas untuk orang dewasa dari Senin sampai Rabu pukul 20.00 - 00.00. Sedangkan kelas untuk anak-anak hari Sabtu clan Minggu pukui 08.00 - 16.00. Dalam sebulan siswa bisa delapan kali masuk lplas. "Meski sudah ditentukan jam belajarnya. Siswa bisa memilih sendiri jam masuk kelasnya. Sekali belajar paling butuh waktu dua jam," tutur Darmadi.

Dalam praktiknya, ketika seorang siswa sedang berperan sebagai dalang, maka kru penabuh gamelan yang berjumlah 25 orang mengiringi siswa tersebut. Di tingkat dasar dan tingkat menengah, setiap siswa butuh waktu belajar masing-masing selama enam bulan. Untuk menjadi seorang pedalang yang terampil setiap siswa butuh waktu belajar paling cepat dua tahun.

"Umumnya setiap siswa baru bisa disebut sebagai pedalang terampil butuh waktu keseluruhan selama 4 sampai 5 tahun. Tapi kebanyakan yang belajar ini hanya sebagai pelampiasan hobi saja. Jadi mereka enjoy dan tidak terlalu mengejar target untuk lulus sebagai dalang," ujarnya.

Sanggar Redi Waluyo punya beberapa tempat untuk pentas lain Anjungan Jawa Tengah TMII, Musium Kota, dan Studio TVRI. Di TVRI sanggar ini tampil sebulan dua kali. "Sedangkan di Anjungan Jawa Tengah dan Musium Kota kami tampilkan pagelaran wayang untuk wisatawan," paparnya.

Menurut Darmadi, manfaaf mempelajari wayang sangat banyak.

Pertama untuk hiburan. Kedua, kita jadi mengerti tentang fatsafah kehidupan ketika kita melihat pergelaran wayang. Di dalam pergelaran wayang, seorang dalang selalu menyampaikan pesan dan mist khusus dari sebuah lakon yang dimainkan.

"Setiap tampil saya selalu berusaha membertkan nilai atau sikap pribadi yang transparan untuk menjernihkan situasi yang karut-marut ini. Maka wayang itu tidak lekas punah sebab cerita wayang itu relevan dengan situasi zaman. Contohnya lakon Begawan Lumono, dulu dia tokoh agama tapi setelah beralih menjadi politikus, dia mengotori agamanya sendiri. Nah cerita-cerita seperti ini bisa menjadi pelajaran buat para pemimpin kita," kata Darmadi.

Salah satu siswa yang ikut kursus dalang cilik adalah Muhamad Farhan Darmatatia, murid kelas 6 SD AlAzhar 13, Rawamangun. Saat dihubungi via telepon, Selasa (2/9), Ny Ani (35), ibunda Farhan, menceritakan, anak pertamanya itu suka wayang sejak usia 2 tahun. Saat itu Farhan diajak orangtuanya, Ukta (43) dan Ant, menonton wayang di Anjungan Jawa Tengah, TMII.

"Dari situ Farhan dapat nomor telepon Pak Kamsu, dia yang punya Sanggar Redi Waluyo. Dari TK kecil sampai TK besar Farhan ikut pendidikan di sanggar, tapi kelas 3 sampai kelas 4 dia berhenti. Sekarang anak saya masih terus belajar. Pengalamannya, is tampil sebagai pedalang cilik di sekolah-sekolah," ucap Ant yang tinggal di Mender, Durensawit. (Warta Kota/Dedy)

Followers

 

Copyright © 2009 by USAHA BERSAMA

Template by Blogger Templates | Powered by GETOOK